Batu hitam – Hajar Aswad berasal dari Surga dan malaikat-malaikat meletakannya di Ka’bah pada masa Nabi Adam (a), sebelum ia melakukan tawaf pertama. (Adil, Hajjah Amina, Lore of Light, volume 1, hal. 22). Pada Yawmil Hisab nanti ia akan menjadi saksi bagi siapapun yang telah melaksanakan Haji dan Umrah. Ketika Anda mengucapkan, “Allahu Akbar” (3 kali), setiap melaksanakan tawaf, ingatlah bahwa Hajar Aswad adalah tempat suci. Batu itu mempunyai kehidupan dan ia memberi salam pada siapapun yang mengunjunginya, maka berilah salam dengan penuh penghormatan. Dengan alasan inilah, Nabi (s) mencium Batu Hitam itu.
Dikisahkan bahwa ketika Umar ibn al-Khattab (r) melaksanakan ziarah dan memeluk Hajar Aswad, ia mengatakan, “Demi Allah, aku tahu bahwa engkau hanyalah sebongkah batu yang tidak berbahaya maupun tidak dapat mendatangkan manfaat, dan jika aku tidak melihat Rasulullah (s) memelukmu, aku juga tidak akan memelukmu.”
Namun, Ali ibn Abi Thalib (kw) mengatakan kepadanya, “Abu Hafshah (r), jangan berkata seperti itu, karena Nabi (s) tidak akan memeluknya (Hajar Aswad itu) jika tidak karena hikmah di belakangnya: batu itu mempunyai dua mata dan dua bibir dan sebuah lidah yang tajam yang akan bersaksi bagi mereka yang menyelesaikan kewajiban-kewajiban haji itu.” (Dilaporkan oleh Imam Ghazali, Ihya ulum ad-diin, dan Hajjah Amina, Lore of Light, volume 1, hal. 24 dengan kata-kata tambahan).
Sebuah narasi otentik menerangkan bahwa Hajar Aswad muncul dengan 2 mata dan sebuah lidah pada Hari Kebagkitan. (Diriwayatkan oleh Tirmidzi, Ibn Majah, Ahmad, al-Darimi, Ibn Hibban (#3711-3712) dan lainnya).